Tuesday, May 19, 2009

Pesawat Pertamaku

Seperti gadis lain yang seumuran denganku, aku mempunyai sebuah impian. Impianku adalah naik pesawat. Aku sangat ingin naik pesawat setelah mendengar cerita teman-temanku. Mereka bilang, naik pesawat itu menyenangkan. Kita berada di atas langit dan yang terlihat hanyalah awan. Dan aku, ingin sekali mencobanya.
Akhir-akhir ini, aku dan keluargaku sering sekali mengunjungi rumah eyang, orang-tua ayahku. Dan kadang sesekali, kami menginap di sana. Eyang kakung terkena stroke ringan. Eyang kakung hanya bisa berbaring di kamarnya dan sesekali dia berjalan pelan dengan bantuan tongkat atau kursi roda ke meja kerjanya. Untuk memanggil perawatnya saja, eyang kakung harus berjalan ke meja kerjanya dan membunyikan bel tanda memanggil perawatnya. Kalau keluargaku mengunjungi eyang, aku dan adikku menemani eyang kakung di kamarnya sambil bercerita. Kadang, eyang kakung yang bercerita kepada kami walau suaranya serak dan pelan. Dan sering kali saat eyang kakung sedang istirahat atau tidur, aku dan adikku memakai tongkat dan kursi rodanya untuk bermain-main.
Sampai suatu hari, ada kabar duka. Eyang kakung meninggal dunia. Kata eyang putriku, ini bukan hal yang mengejutkan karena sudah lama eyang kakung sakit. Katanya, eyang kakung ingin dimakamkan di Yogyakarta. Tepatnya di Gunung Kanigoro, karena di sana makam keluarga eyang kakung.
Dan untuk ke sana, kami harus menggunakan pesawat. Mendengar kabar ini, berbagai perasaan mendatangiku. Entah itu senang, sedih, bahagia, aku tak tahu. Mungkin aku senang karena akhirnya, impianku terkabulkan walau harus dengan suasana duka seperti ini.
Dua hari kemudian, pagi-pagi sekali, aku dan keluargaku sudah sampai rumah eyang. Hari ini, kami sekeluarga besar akan pergi ke Yogyakarta untuk memakamkan eyang kakung. Ambulans yang sudah ada di sana berangkat duluan ke bandara sambil membawa jenazah eyang kakung. Disusul mobil-mobil keluarga kami.
Aku tersenyum senang saat aku sampai di bandara. Memang, ini bukan kunjungan pertamaku ke bandara. Tapi, kalau biasanya aku hanya mengantar atau menjemput saudaraku yang akan berpergian naik pesawat, sekarang aku-lah yang akan berpergian naik pesawat. Aku tersenyum senang saat memasuki bandara. Dan salah seorang tanteku berkata, ”Ciee yang mau naik pesawat untuk pertama kali!”. Merasa seruan itu untukku dan adikku, kami langsung menoleh dan tersenyum bangga sambil terus berjalan.
Selama menunggu pesawat yang akan dinaiki, aku dan adikku bercanda sambil tertawa senang. Kami hampir lupa bahwa kami pergi untuk memakamkan eyang kakung. Lama-lama, aku dan adikku mulai bosan karena tidak juga berangkat. Aku sudah bermain, bercanda, makan cemilan, sampai sholat subuh, tapi tidak juga berangkat.
Setelah menunggu sekian lama, sekitar pukul 06.30, kami bersiap untuk memasuki pesawat. Aku memilih duduk di dekat jendela, kemudian adikku di tengah, dan di sebelah adikku, duduk bundaku. Ayahku duduk bersama kakak-kakaknya di seberang tempat duduk kami. Tak lama kemudian, pesawat yang aku naiki lepas landas. Aku melihat dari jendela dan lama-lama bandara terlihat semakin kecil. Aku memanggil adikku, dan kami melihat keluar bersama.
Ketika sedang asyik bercanda, seorang pramugari menghampiri kami dan menawarkan minuman. Bunda memilih secangkir teh hangat, kalau adikku segelas teh apel, dan aku segelas susu murni. Selesai meminum habis minuman kami, pramugari lain datang dan memberikan aku dan adikku plastik transparan berukuran sedang yang berisikan mainan lego. Aku dan adikku hampir membukanya, tapi kata bunda, sebaiknya mainnya di rumah saja, kalau sudah kembali ke Jakarta.
Setengah jam kemudian, kami sudah sampai di bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Senyum senang, masih saja menghiasi wajahku. Aku menoleh dan melihat sebuah pesawat yang baru saja lepas landas. Mungkin itu bukan pesawat yang tadi aku naiki, tapi aku tak peduli. Aku tersenyum sambil terus menatap pesawat itu yang lama kelamaan menghilang dari jangkauan mataku. Pesawat pertamaku. Entah yang baru saja aku lihat sampai menghilang atau bukan. Aku sangat senang dengan pesawat pertamaku. Mungkin, suatu saat nanti, aku akan menaiki pesawat pertamaku itu.
Kalau saja bunda tidak memanggilku, mungkin aku sudah ditinggal ke tempat pemakaman. Aku berlari kecil ke mobil yang akan membawaku ke tempat pemakaman. Di dalam mobil bunda bertanya,”Kamu tadi lagi lihat apa sih, Kak?” aku menoleh dan tersenyum, kemudian menjawab, ”Pesawat pertamaku.”

No comments:

Post a Comment